CO.CC:Free Domain

Selasa, 15 Juni 2010

Bahaya Terselubung Di Balik Alat Pemindai Kesehatan

AMERIKA SERIKAT (Berita SuaraMedia) - Setiap kali melewati alat pemindai keamanan di bandara, ada perasaan waswas terkena radiasi. Begitu pula ketika menggunakan telepon genggam, peralatan dapur seperti microwave, atau sekadar melewati kawasan jaringan listrik tegangan tinggi. Memang benar jika ada kemungkinan kita terkena radiasi, tetapi ancaman radiasi yang terbesar justru ketika kita terlalu banyak menggunakan alat-alat medis.

Menurut penelitian di AS yang dipublikasikan Associated Press, kasus radiasi dari alat-alat medis paling banyak terjadi di AS dibandingkan negara lain di dunia. Radiasi yang terlalu banyak meningkatkan ancaman kanker. Ancaman itu kian meningkat karena semakin banyak orang yang meminta hasil tes melalui alat-alat pemindai kesehatan, antara lain dengan sinar-X atau CT scan, terlalu dini.

Ahli radiologi Steven Birnbaum mengatakan, sinar-X atau CT scan digemari karena bisa memberikan hasil yang cepat dan sangat rinci dibandingkan dengan magnetic resonance imaging (MRI) yang tanpa radiasi.

Radiasi merupakan bahaya yang terselubung karena kita tidak akan merasakan apa-apa ketika terkena radiasi. Dampaknya pun baru akan terasa atau terlihat beberapa tahun kemudian. Kini Pemerintah AS tengah mendesak industri dan kalangan dokter untuk menetapkan standar dosis untuk tes-tes seperti CT scan.

Masyarakat atau pasien juga disarankan untuk kritis bertanya tentang proses, dosis, dan alasan pemindaian yang harus dijalani dan tidak begitu saja menerima saran pemindaian dari dokter.

”Anda harus menanyakan semuanya. Tingkat radiasi CT scan sangat tinggi, terutama pada bagian dada dan perut, dua daerah di tubuh tempat kanker kerap tumbuh,” kata Fred Mettler yang mengepalai radiologi di sistem pelayanan kesehatan New Mexico Veterans.

Ternyata bukan hanya virus dan bakteri yang menjadi biang keladi munculnya penyakit. Radiasi elektromagnetik juga bisa memicu penyakit, khususnya kanker.

Pemajanan medan elektromagnet yang terlalu sering diduga meningkatkan risiko kanker. Demikian studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah New England Journal of Medicine.

Kesimpulan tersebut didapat berdasarkan survei terhadap 950.000 pasien. Hampir 70 persen pasien pernah mengalami sekurangnya satu kali prosedur pencitraan yang membuat mereka terpajan. Dalam waktu tiga tahun selanjutnya, diketahui mereka menderita kanker.

Secara teoritis, radiasi elektromagnetik berpotensi mengganggu kesehatan bila terpajan melampaui Nilai Ambang Batas Pemajanan. Leukimia, limfoma, kemandulan pada pria, cacat kongenital, proses degenaratif, perubahan ritme jantung, perubahan metabolisme melatonin, neurosis, merupakan contoh penyakit yang bisa ditimbulkan akibat pajanan ini (IDI, 1997).

Menurut para ahli, seharusnya pemeriksaan dengan pencitraan yang dilakukan lebih dari satu kali dilakukan bila manfaatnya lebih besar dari risikonya. Penelitian sebelumnya telah mengungkapkan banyak dokter yang memiliki fasilitas pencitraan meminta pasiennya melakukan pemeriksaan MRI, pemindaian CT 27 hingga 54 persen lebih banyak dibanding dokter lain yang tak memiliki fasilitas serupa.

Saat ini ada 3.500 izin penggunaan peralatan radiologi yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir di seluruh Indonesia. Peralatan rontgen yang digunakan di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 6.000 unit. Oleh karena itu, pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai dosis radiasi yang tepat bagi pasien.

Penggunaan peranti dengan sinar radio aktif harus hati-hati dan perlu diawasi. Pengawasan adalah tugas BAPETEN - Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Nah, penggunaan adalah tanggung jawab operator untuk bekerja sesuai manual yang ada.

Penggunaan untuk keperluan radiologi misalnya, harus sangat ketat. Sebab bila salah, pasien akan menderita, pun demikian dengan si operator.

Hal inilah yang dibahas dalam seminar sehari yang digagas BAPETEN di Hotel Mercure.

Tampil sebagai pembicara adalah Noviyanti Noor, Direktur Pengatutan pengawasan FR-ZR BAPETEN. Sebagai peserta adalah praktisi kesehatan yang ada di Kota Batam.

Menurut Noviyanti, selain penggunaan yang harus sesuai aturan, masalah lain yang sering menyebabkan penyebarab radiasi negatif adalah penggunaan alat bekas. Untuk itu setiap alat harus mendapat sertifikasi dan ijin dari pemerintah.

Seminar seperti ini dilakukan sebagai upaya untuk melindungi konsumen kesehatan terhadap paparan / radiasi sebuah alat kesehatan.

Anak-anak yang terkena paparan terapi radiasi sebelum usia lima tahun diketahui memiliki risiko untuk terkena tumor pada otak atau sistem saraf pusatnya beberapa tahun kemudian. Data itu diperoleh dari penelitian terhadap anak-anak yang bertahan hidup dari kanker semasa kanak-kanak. Jenis tumor saraf yang sering ditemui pada anak-anak yaitu gliomas dan meningiomas, yang umumnya ditemukan pada otak dan juga bagian lainnya.

Sekitar 1% dari total penderita kanker usia anak-anak yang mampu bertahan dalam selang waktu bertahun-tahun diketahui akan terkena tumor pada sistem sarafnya jika mereka terkena radiasi. Risiko tertinggi untuk terkena kanker kedua kalinya (kanker pada sistem saraf) untuk anak-anak yang menjalani terapi radiasi pada usia sangat muda memiliki kemungkinan untuk berkembang menjadi kanker otak di kemudian hari.

Sebuah penelitian yang melibatkan 14.361 penderita kanker pada usia anak-anak yang bertahan setelah lima tahun terbebaskan dari kanker, 116 anak diantaranya beberapa tahun kemudian menderita kanker saraf. Sebanyak 40 orang diantaranya menderita gliomas berselang sembilan tahun setelah bebas dari kanker pertama di usia anak-anak dan 66 diantaranya menderita kanker meningiomas selang 17 tahun setelah dinyatakan sembuh dari kanker pertama pada usia anak-anak.

Penyembuhan dengan cara radiasi diketahui memang memiliki risiko hingga enam kali lipat untuk menyebabkan terjadinya glioma dan sepuluh kali lipat untuk terkena meningioma. Risiko terkena kanker pada saraf akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya dosis radiasi yang digunakan untuk terapi penyembuhan dari kanker pertama yang dideritanya.

Namun, para peneliti menyimpulkan bahwa perlu adanya pengamatan lebih lanjut bagi anak-anak yang mampu bertahan dari kanker di usia muda terutama yang menjalani terapi radiasi untuk menjadi petunjuk atau deteksi dini terhadap jenis kanker yang akan menyerang selanjutnya.

Sumber : suaramedia
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi pengunjung blog ini, dengan senang hati meninggalkan komentar, syukur-syukur menjalin link...